Laman

Daily Bread 11-15 Januari 2011

#11 Daily Bread

"Our duty as men is to proceed as if limits to our ability did not exist." - Teilhard de Chardin

Tugas kita adalah untuk melaksanakan tanpa melihat batas kemampuan kita.

Kita seringkali berkata : "saya tidak mampu, karena sudah di luar batas kemampuan saya."

Benarkah demikian ?
Benarkah kita mempunyai kemampuan yang terbatas seperti yang kita pikirkan ?

Kalau berdasarkan pengalaman saya, semua berasal dari pikiran kita. Kalau kita berpikir bahwa kita tidak mampu, maka akan selamanya merasa tidak mampu. Lain halnya kalau kita berpikir kita mampu, maka tidak akan ada keraguan dalam diri kita.

Saya berkata demikian bukannya saya tidak pernah alami. Saya pernah alami juga.
Saya berlatar belakang pendidikan psikologi, tetapi faktanya, saya berusaha bukan di bidang yang sesuai dengan disiplin ilmu saya. Saya tidak pernah berpikir (sebelumnya) bahwa saya harus berusaha di bidang -contoh saja- di bidang konstruksi. Lalu bagaimana saya mengusahakannya ? Belajar ! Saya hire engineer dan belajar darinya bagaimana membaca drawing, Bill of Quantity (BQ)..dan sampai saya belajar cara membuat estimate. Target saya sederhana : mengerti, dan bukan menjadi ahlinya.

Belajar. Kata ini -untuk sebagian orang- adalah sulit dilakukan. Mereka suka anggap dirinya hebat, pinter, dengan macam-macam gelar..tapi saat dihadapkan pada keadaan yg baru untuk dipelajari mk mereka akan menghindar. Selanjutnya, mrk akan defense dg mengatakan :
"ah, itu bukan bidang saya",
"ah itu di luar kemampuan saya",
dan beribu alasan lainnya.

Selanjutnya, di saat orang meragukan kemampuannya, muncullah usaha-usaha untuk menunjukkan kemampuannya dengan membeberkan segala sertifikat, ijasah, penghargaan, dll. Padahal tidak ada satu-pun yg meminta dia menunjukkannya.

Jadi, daripada repot2 bawa kopor isi sertifikat, ijasah, dll maka alangkah lebih baiknya merendahkan hati untuk belajar. Belajar bukanlah pengakuan akan kebodohan, tetapi belajar adalah pengakuan bahwa kita ingin maju. Sesuai catatan saya, semua orang yang sukses adalah orang yang tidak malu untuk belajar.

#12 Daily Bread

"The only people who never fail are those who never try." - Ilka Chase

Satu-satunya orang yang tidak pernah gagal adalah mereka yang tidak pernah mencoba.

Pernah merasakan rasa asam buah mangga muda ?
Kalau belum pernah, silahkan mencoba.

Pernah merasakan rasa asin garam ? Kalau belum pernah, silahkan mencoba.

Jadi, kalau ingin bisa mengetahui rasa manis, asam, pahit, asin maka kita harus mau mencoba merasakan semua rasa tersebut. Tanpa mau merasakan, maka tidak akan pernah tahu rasanya. Demikian halnya dengan kegagalan. Tanpa pernah mau memulai suatu usaha maka tidak akan pernah tahu apakah usaha yang dilakukan berhasil atau gagal. Tanpa pernah mau gagal maka tidak akan pernah tahu rasanya sukses.

Bagaimana supaya kita tidak takut mencoba ?
Bagaimana supaya kita tidak takut gagal ?

Friends, saya pernah tidak berani mencoba, karena saya takut gagal. Ini terjadi pada saat Papi meminta saya melamar kerja di perusahaan X yang terkenal di daerah saya.
Akhirnya, papi hanya berkata : "percuma kamu sekolah tinggi kalau melamar kerja saja tidak berani."
Saya jawab : "Papi, saya mau usaha sendiri."
dan Papi berkata : "memangnya pengetahuan kamu cukup untuk usaha sendiri ? Papi katakan, meski kamu pintar dan sekolahmu tinggi, tapi kamu masih belum tahu cara jalankan usaha. Apalagi sekarang, apakah kamu tahu cara memulainya ? Ibaratnya, kamu hanya pengin punya pabrik, tapi kamu tidak tahu cara bangunnya, cara dapat modalnya, cara urusnya supaya maju. Bagaimana kalau papi tidak beri kamu modal ? darimana kamu dapat modalnya ? Kamu datang ke orang, dan bagaimana kamu yakinkan orang untuk menerima rencana kamu ?"
Saya berkata : "Papi, saya ikuti saran Papi. Saya akan cari pengalaman, dan saya berjanji akan buktikan saya bisa wujudkan impian saya. Mungkin bukan sekarang, tapi nanti saya akan wujudkan."

Saya kirim surat lamaran ke perusahaan tsb, dan hasilnya : DITOLAK.
Pedih memang, dan saya komplain ke Papi atas kegagalan saya. Tetapi papi menjawab : "kegagalan itu memang tidak enak. Bagaimana kamu bisa usaha sendiri kalau ijasahmu tidak bisa yakinkan orang akan kemampuanmu ? apalagi gagal sedikit saja sudah marah ke Papi ? sudah putus asa ? Mana janjimu untuk wujudkan impianmu ke papi ?"

BAK...BUK...BAK...BUK

Ucapan papi sungguh bagai pukulan telak. Sayapun menyadari bahwa papi ingin berikan pelajaran ke saya. Bukan hanya sekedar ucapan, tapi langsung praktek. Akibat pukulan tadi, saya tidak takut lagi untuk mencoba dan mencoba...tanpa mencoba, saya tidak akan pernah tahu rasanya gagal dan berhasil.

Kalau saya tidak pernah mengalami kegagalan, maka saya tidak akan merasakan nikmatnya sukses.
Kalau saya tidak berani gagal maka saya juga tidak akan melamar pekerjaan di perusahaan.
Kalau saya tidak berani gagal maka saya juga tidak akan memulai usaha sendiri.
Saya berani gagal, dan saat saya menerima surat pemberitahuan bahwa saya diterima bekerja maka saat itu saya merasakan kenikmatan luar biasa.
Saya berani gagal, dan saat usaha saya memenangkan sebuah proyek maka betapa nikmatnya keberhasilan itu.

#13 Daily Bread

 "Be as smart as you can, but remember that it is always better to be wise than to be smart." - Alan Alda

Sedapat mungkin kita harus menjadi cerdas semaksimal mungkin, tapi ingatlah bahwa lebih baik menjadi bijak daripada menjadi cerdas.

Dalam sebuah acara pernikahan salah satu famili, tante saya menunjuk salah satu sepupu saya dan berkata : "lihat koko (-dipanggil koko karena dia lebih tua dari saya-) sekarang dia dipercaya Boss-nya pegang 3 perusahaan. Tante ngga nyangka bahwa dia bisa. Dibandingkan sodara yang lain, dia termasuk ngga pintar."
Dalam hati saya berkata : "loch memangnya orang yang ngga pintar akan ngga bisa jadi pemimpin 3 perusahaan ? aneh bener nich si Tante."

Waktu berlalu, dan saya-pun berkesempatan mengunjungi koko sepupu saya di rumahnya. Kami-pun berbincang-bincang, dan dia cerita pengalaman serta suka dukanya dari sejak bekerja sampai dipercaya memimpin 3 perusahaan. Kata dia : "saya tidak sangka bisa ditunjuk pimpin 3 perusahaan. Saya tahu diri saya tidak pandai. Ini tentunya karena hoki."

Mendengat ucapan dia, saya berkata : "Koko termasuk pandai, kalau tidak pandai mana bisa raih karir sedemikian bagusnya."

Jawabnya : "kamu itu memang paling bisa buat aku supaya senang. Tapi sebenarnya, aku belajar dari Papi kamu. Aku salut dengan Papi kamu yang bisa didik anak-anaknya sampai semuanya lulus sekolah tinggi. Aku belajar bagaimana Papi kamu bisa arahkan kamu yang super bandel dan nakal."

Saya terkejut dengan ucapan koko, dan ternyata orang luar menilai saya ini super bandel dan nakal.

Belum hilang keterkejutan saya, koko berkata : "aku akui kalau kamu memang pintar. sayangnya, kamu pernah keblinger dengan kepinteran kamu. Nah akibatnya kamu sendiri khan yang susah. Kamu harus mulai dari awal lagi. Coba kalau kamu berpikir panjang, tidak emosi, dan hadapi dengan tenang maka kamu tidak akan kehilangan semua yang sudah kamu bangun."

Gemas, marah, jengkel, tetapi mulut saya terkunci. Saya hanya terdiam, dan saya melihat Papi saya duduk di depan saya. Tidak terasa, air mata meleleh dari mata saya, yang cepat saya usap supaya tidak terlihat koko kalau saya menangis.

Friends, kunci keberhasilan karir bukan hanya dari kepinteran. Selain hoki, juga ada kebijakan. Kebijakan koko-lah yang menghantar dia ke puncak karirnya, dan dia pantas mendapatkannya. Saya-pun banyak belajar dari-nya. Saya selalu ingat ucapan dia "keblinger dengan kepinteran saya" yang artinya gunakan kepinteran dengan sebaik-baiknya dan jangan sampai kepinteran menguasai kita sehingga kita akhirnya kehilangan semua yang sudah kita bangun. Pinter tetapi bijak. Ok.


#14 Daily Bread

"The hardest thing to see is what is in front of your eyes." - Johann Wolfgang von Goethe

Adalah paling berat melihat yang terjadi di depan mata kita.

Kita bersyukur dikaruniai Tuhan sepasang mata untuk melihat.
Segala yang baik dan buruk bisa kita lihat.
Segala yang indah dan berantakan juga bisa kita lihat.
Celakanya, kadang kita melihat yang tidak pernah kita sangka akan terjadi di depan mata kita.
Misalnya : kita sedang jalan-jalan bersama pasangan kita dan lewat Jupe dengan gaun sexy atau lewat si Mike Lewis...susah banget untuk tidak melihatnya. :) Tak tahan awak untuk melihatnya.

Nah, sebenarnya maksud dari kakek Goethe bukan begitu. Maksudnya : coba dekatkan sebuah gambar ke mata kita, terus apa yang bisa kita lihat dari jarak 1 cm dari mata ? Semuanya kabur dan tidak bisa kita lihat. Nah sekarang, coba jauhkan gambar itu menjadi 30 cm, dan akan nampak apa yang tergambar. Inilah maskud dari si kakek, yang sekaligus mengajarkan kita untuk tidak gampang menjudgement orang lain. Sering kita -dan saya juga- tanpa sadar sudah menjudgement orang lain, hanya karena kita melihat tingkah lakunya yang tidak selaras dengan kita. Padahal belum tentu tingkah laku kita itu baik juga khan. Memang paling gampang menilai orang, dan sangat sulit menilai diri sendiri, sehingga kalau diadakan ujian, semua akan mendapat nilai 100 dalam urusannya dengan menilai orang lain. Tetapi nilai itu menjadi jeblok saat ada ujian menilai diri sendiri.

Sebenarnya, melihat diri sendiri itu gampang atau susah ? Melihat diri sendiri itu gampang. Pergilah membeli kaca cermin sebadan kita dan pasang, berdiri di depannya dan akan nampak gambar diri kita seutuhnya. :) Kemudian, kalau mau lebih mengenali diri sendiri, caranya juga ngga susah (-katanya krn saya belum pernah coba-) yaitu dengan ambil kursi dan meja, letakkan di depan cermin, kita duduk sambil pandangi diri dan tulis semuanya tentang diri sendiri. Dari yang buruk sampai yang bagus-bagus semua ditulis. Hasilnya dibaca berulang-ulang.

Kalau cara saya lain lagi, saya lebih suka minta pendapat orang lain untuk mengetahui diri sendiri. Ini karena sebagai manusia adalah susah untuk menuliskan yang buruk dan hanya menuliskan yang baik saja. Sementara kalau orang lain yang bicara maka akan keluar semua keburukan dan kebaikan kita. Siapapun juga bisa menjadi "cermin" kita, termasuk pula di milis. Kalau di milis : Ada kritik ke kita maka menunjukkan ada yg harus diperbaiki. Ada pujian ke kita maka menunjukkan tindakan kita disukai. Kalau tidak ada sama sekali ? Artinya, pesan sudah tercapai dan diterima. :)

 #15 Daily Bread

"Happiness is not a station you arrive at, but a manner of travelling." - Margaret B. Runbeck

Kebahagiaan bukanlah akhir perjalanan, melainkan keadaan sepanjang perjalanan.

Setiap tahun terdapat peristiwa yang fenomenal di Indonesia, yaitu : acara MUDIK bersama. Awalnya, saya sering bertanya : "apa sich enaknya mudik rame-rame ? Jalanan juga sesak dan macet." Kalau tanpa mencoba tentunya tidak akan pernah bisa merasakan, dan saya-pun mencobanya. Sekali mencoba, ternyata membuat saya ketagihan dan tidak sabar menanti saat MUDIK bersama. Loch kenapa bisa demikian ?

MUDIK bersama memang nikmat, karena saya bisa merasakan kebahagiaan Mudikers yang ramai-ramai pulkam. Perjalanan tidak terasa melelahkan karena suasana bahagia Mudikers menimbulkan rasa bahagia di dalam diri kita. Sepanjang pantura dapat dijumpai mudikers yang penuh kegembiraan untuk pulkam, dan kegembiraan satu mudiker bertemu dengan kebahagiaan mudiker yang lain sehingga akhirnya menimbulkan energi positif yang kuat yang mempengaruhi suasana hati kita saat melaju di pantura selama waktu mudik bersama. Itu kira-kira yang terjadi menurut analisa saya, akan tetapi di sini saya tidak akan cerita soal mudik atau suasana mudik dengan lebih detil melainkan tentang PERJALANAN itu sendiri.

Friends, apabila kita membuat catatan sejarah hidup kita sejak lahir sampai sekarang maka kita akan dapat mengetahui seperti apakah kehidupan yang kita jalani. Banyak lika liku, kelokan, lobang, tanjakan yang kita lalui. Pertanyaannya : apakah kita bahagia sewaktu melakukan perjalanan hidup tersebut ? Jawabannya hanya ada satu yaitu Bahagia. Mengapa saya bilang hanya bahagia ? Nah sekarang, cobalah untuk diingat kembali berapa banyak peristiwa yang membahagiakan dalam hidup kita dan berapa banyak yang menurut kita tidak membahagiakan ? Bagaimana kalau banyak yang tidak membahagiakan ?

Tahun 2000 saya merasakan hidup saya penuh dengan ketidak bahagiaan. Bermacam-macam musibah dan kesulitan terjadi, sehingga membuat saya merasa tidak bahagia dengan kehidupan saya. Sampai-sampai, dalam doa, saya berkata : "Tuhan mengapa kau berikan ini semua untukku !" Kondisi bukannya membaik dan bahkan semakin memburuk, sampai-sampai saya tidak tahu harus bagaimana lagi. Saya hanya bisa diam dan menyalahkan kehidupan ini.

Di bulan Oktober 2000, ada acara di rumah kakak mami. Saya memikirkan bagaimana caranya supaya tidak hadiri acara tersebut. Saya mendapat ide dengan alasan ke luar kota. Satu hari sebelumnya, saya sengaja "melarikan" diri ke rumah teman supaya nampak kalau saya tidak bisa hadir karena sedang ke luar kota. Sesampainya di rumah teman, ternyata dia tidak ada di rumah dan pembantunya berkata bahwa semua sedang ke luar kota. Sial bener ! Mau pulang tidak bisa, tapi kalau tidak pulang maka akan tidur di mana ? Padahal saya sudah bawa tas cukup besar untuk nginap 3 hari dan mau tidur di hotel juga tidak mungkin karena ngga punya uang untuk bayar hotel. Saya hanya bisa melangkahkan kaki tanpa arah tujuan, dan naik angkot untuk ke warnet langganan. Saya hitung uang saya, dan cukup untuk ambil paket 10 jam, bisa untuk makan di warteg, dan masih ada sisa untuk ongkos pulang. Saya ingin putuskan untuk tinggal di warnet sementara, sesudah waktunya habis, maka baru saya akan pulang. Tetapi saya kembali ragu, kalau pulang masih ada papi dan mami maka akan diajak; nah daripada saya buang duit dan tetap diajak pergi, adalah lebih baik saya pulang saja, minta maaf ke papi dan mami sudah bohong terus terima saja ajakan mereka untuk ke pesta. Siapa tahu ada saudara yang iba dengan keadaan saya dan menolong saya. Itulah pikiran yang terlintas. Saya putuskan untuk pulang.

Setibanya di rumah, saya langsung disambut papi dengan berkata : "Ngga jadi pergi ?" Saya hanya diam saja. Papi juga berkata : "apa masalahmu sehingga kamu harus lari dari ajakan papi dan mami ? apakah ada yang salah dengan diri papi dan mami ? Papi lihat kamu akhir-akhir ini sering murung, dan bahkan kamu tulis surat pamitan ke papi dan mami segala. Apa maksud semuanya ini ?"

Saya terkejut sekali saat papi menyerahkan selembar kertas yang sudah kumal, yang berisi semua keluh kesah saya. Saya pikir waktu itu sudah terbuang, tapi ternyata tercecer dan ditemukan papi.

Saya-pun menjawab "papi, hidup yang saya jalani ini berat sekali dan sangat tidak membahagiakan."

Kata papi : "kamu pikir hidupmu ini tidak bahagia ? Coba lah kamu buka sedikit matamu dan lihat kenyataan di sekeliling kamu. janganlah kamu melihat ke dalam dirimu terus." Sambil berkata demikian, papi memberikan  buku berjudul "Think and Grow Rich" karangan Napoleon Hill. Papi meminta saya membacanya.

Saya masuk ke kamar dan mulai membaca halaman demi halaman, dan banyak kisah menarik dari buku itu (catatan : saya akan share di lain waktu tentang buku tersebut). Banyak pelajaran yang saya peroleh yang akhirnya kembali mendorong saya untuk bangkit kembali. Salah satunya adalah bahwa pikiran kita itu dahsyat; karena pikiran bisa membuat kita merasa bahagia atau tidak bahagia. Saya merasa hidup saya tidak bahagia karena pikiran saya mengatakan demikian. Kalau saya renungkan kembali perjalanan hidup saya sejak kecil sampai dewasa, saya suka tersenyum sendiri. Mengapa ? Karena saya bahagia. Saat inipun saya bahagia, mengapa ? karena saya masih bisa menapaki hidup ini, setidaknya saya masih bisa mengirimkan email ke milis, dan chat bersama teman-teman milis. Ini semua adalah kebahagiaan saya; karena saya bahagia masih bisa menjalani kehidupan saya. Jadi, kalau ingin merasa bahagia maka berpikirlah bahagia. Kalau mau tidak bahagia maka berpikirlah tidak bahagia. Semua tergantung yang pikiran kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar